Laman

Kamis, 17 Maret 2016

Pelanggaran Pasal 56 Ayat 11 Perpres 54 Tahun 2010 sejak diberlakukannya, Kesengajaan atau Ketidaktahuan?

Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, yang telah dirubah empat kali, pertama Perpres 35 Tahun 2011, kedua Perpres 70 Tahun 2012, ketiga Perpres 172 Tahun 2014, dan yang terakhir Perpres 4 Tahun 2015, ada beberapa pasal yang tidak pernah diubah. Salah satunya adalah Pasal 56 Ayat 11.

Bunyi Pasal 56 Ayat 11 :
Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan WAJIB menyederhanakan proses kualifikasi dengan ketentuan :
a. Meminta Penyedia Barang/Jasa untuk
    mengisi formulir kualifikasi;
b. TIDAK MEMINTA seluruh dokumen yang disyaratkan kecuali pada tahap pembuktian kualifikasi;
c. Pembuktian Kualifikasi pada pelelangan/seleksi internasional dapat dilakukan dengan meminta dokumen yang dapat membuktikan kompetensi calon Penyedia Barang/Jasa

Pasal tersebut di atas, sejak pertama diberlakukan, kerap dilabrak oleh Pokja ULP. Entah karena kesengajaan atau karena ketidaktahuan mereka.

Selama ini, Pokja ULP dalam menyusun Dokumen Pengadaan, pada syarat lelang sebagian besar Pokja ULP meminta dokumen-dokumen yang disyaratkan untuk dilampirkan dalam dokumen penawaran penyedia.

Masih gunakan pola lama
Standar Dokumen Pengadaan yang digunakan memang yang ada pada lampiran Perpres 54 Tahun 2010. Namun pada BAB IV Lembar Data Kualifikasi, diubah seperti pada Dokumen Pengadaan yang digunakan sebelum lelang elektronik dilaksanakan.

Contohnya, masih banyak yang meminta formulir isian kualifikasi beserta lampiran-lampirannya. Atau pada Daftar Personil Inti meminta dilampirkan Ijazah, KTP, CV dan NPWP, dan pada Data Peralatan meminta dilampirkan Bukti-Bukti Milik/Sewa.

Bahkan lebih parahnya lagi, kalau Pokja ULP mensyaratkan tenaga personil secara berlebihan. Terkadang paket pekerjaan  sederhana pun seperti bangunan gedung kantor sederhana atau saluran air dengan nilai dibawah 1 Milyar, meminta tenaga ahli dan terampil hingga belasan personil. Hal seperti ini biasanya dilakukan untuk mengamankan rekanan "titipan bos".

Hal ini sangat bertentangan dengan amanah dari Pasal 56 Ayat 11 yang jelas-jelas mewajibkan untuk penyederhanaan proses kualifikasi.

Kata "wajib" berarti harus dilaksanakan, bila tidak dilaksanakan berarti melanggar. Hal inilah yang dimaksud dengan penyimpangan prosedur. Penyimpangan prosedur yang dilakukan oleh Pokja ULP, sudah menjadi alasan kuat untuk lelang dibatalkan.

Namun sayangnya, dari kalangan Penyedia Barang/Jasa pun tidak sedikit yang tidak memahami hal tersebut. Akhirnya mereka selamanya nurut saja dengan keinginan Pokja ULP. Seakan-akan Pokja ULP lah makhluk yang lebih tahu tentang Proses Pengadaan Barang/Jasa.

Penulis mengajak, marilah kita sama belajar dan saling mengingatkan agar penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat berjalan sehat dan bersih.

Semoga bermanfaat...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar