Laman

Jumat, 18 Maret 2016

Penyimpangan Syarat Kualifikasi yang Sering Terjadi

Pemerintah ketika menerbitkan Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, beserta perubahan-perubahannya, sangat antusias dengan penyelenggaraan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang sehat dan bersih serta mengedepankan penyederhanaan proses. Begitupun dengan beberapa turunan-turunannya seperti Permen PUPR No. 31/PRT/M/2015 dan Perka LKPP No. 1 Tahun 2015. 

Namun, sayangnya, niat mulia Pemerintah Pusat tersebut tidak terlalu "menyentuh hati" para Penyelenggara PBJ di tingkat bawah, dalam hal ini Kelompok Kerja ULP. Begitu banyaknya penyimpangan yang dilakukan dan terkesan disengaja, hanya untuk memenuhi kepentingan pihak tertentu. Penyimpangan yang sering dilakukan yakni pada penyusunan Dokumen Pengadaan, yang terletak pada Syarat-Syarat Kualifikasi dan Metode Evaluasi yang digunakan. 

§   Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa beserta Perubahan-Perubahannya
       ·     Pasal 56
Ayat 10
Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan DILARANG menambah persyaratan kualifikasi yang bersifat Diskriminatif serta diluar yang telah ditetapkan dalam ketentuan Peraturan Presiden ini
Ayat 11
Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan WAJIB menyederhanakan proses kualifikasi dengan ketentuan :
a.     meminta penyedia barang/jasa mengisi formulir kualifikasi
b. tidak meminta seluruh dokumen yang disyaratkan kecuali pada tahap pembuktian kualifikasi
c.  pembuktian kualifikasi pada pelelangan/seleksi internasional dapat dilakukan dengan meminta dokumen yang dapat membuktikan kompetensi calon penyedia barang/jasa
Kata “DILARANG” dan kata “WAJIB” merupakan kata yang harus dituruti, dan bilamana tidak dituruti, berarti merupakan suatu penyimpangan/pelanggaran terhadap pasal tersebut. Namun sejak diberlakukannya Peraturan Presiden tersebut kerap kali dilanggar. ‘

Misalnya ketika Kelompok Kerja ULP meminta seluruh dokumen yang dipersyaratkan untuk dilampirkan dalam Dokumen Penawaran, antara lain, hasil scan seluruh data kualifikasi, seperti Ijazah, KTP, NPWP dan Curriculum Vitae Personil, Bukti Peralatan, Bukti Pengalaman Kerja, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Salah satu contohnya
pada gambar tersebut jelas mewajibkan penyedia untuk melampirkan seluruh hasil scan dari data kualifikasi personil yang diminta. Bilamana tidak melampirkan, maka penyedia sudah dipastikan Gugur. Padahal ketentuan pada Peraturan Presiden diwajibkan untuk menyederhanakan dan meminta semua kelengkapan tersebut pada tahap pembuktian kualifikasi. 

§    Perpres 54 Tahun 2010 beserta perubahan-perubahannya Pasal 1 Ayat (19) :
Sertifikat Keahlian Barang/Jasa adalah tanda bukti pengakuan dari pemerintah atas kompetensi dan kemampuan profesi di bidang pengadaan barang/jasa
§     Permen PU No. 09/PRT/M/2013 tentang Persyaratan Kompetensi untuk Subkualifikasi Tenaga Ahli dan Tenaga Terampil di Bidang Jasa Konstruksi Pasal 1 Ayat (6) :
Sertifikat adalah tanda bukti pengakuan pemerintah atas kompetensi dan kemampuan profesi keahlian kerja dan keterampilan kerja orang perorangan di bidang jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan dan/atau keterampilan tertentu dan/atau kefungsian dan/atau keahlian tertentu.
Ketentuan pada pasal-pasal tersebut di atas menegaskan, bahwa dengan adanya Sertifikat yang dimiliki oleh seseorang baik itu sebagai tenaga ahli ataupun sebagai tenaga terampil, maka sudah diakui oleh pemerintah atas kompetensi dan kemampuan yang dimilikinya. Jadi sebagai syarat untuk menjadi seorang tenaga ahli dan tenaga terampil, cukup dengan menunjukkan Sertifikat Keahlian atau Sertifikat Keterampilan, tidak perlu lagi menunjukkan ijazah dan kelengkapan lainnya.
Dalam Pasal 1 Ayat (6) Permen PU diatas, terdapat kata “dan/atau”, itu berarti pemenuhan atas syarat tersebut dapat dimiliki salah satunya atau kesemuanya.
Namun untuk syarat Personil Tenaga Ahli dan Terampil, Pokja ULP meminta kelengkapan-kelengkapan personil seperti Ijazah, KTP, NPWP dan Curriculum Vitae. Padahal semua kelengkapan tersebut sudah dipenuhi sebagai syarat dalam penerbitan sertifikat dan telah lulus uji kompetensi, sehingga lembaga yang berkompeten sudah menerbitkan Sertifikat Keahlian dan Sertifikat Keterampilan personil tersebut.
Jadi bukan lagi kewenangan Pokja ULP untuk memeriksa semua kelengkapan personil tersebut.
Demikian halnya Pokja ULP juga sering meminta untuk melengkapi dengan Ijazah dengan jurusan tertentu. Permen PU 09/PRT/M/2013 pada Pasal 1 Ayat (7) menyebutkan, "Persyaratan Pendidikan adalah Pendidikan Minimal yang harus dimiliki oleh seseorang dan dibuktikan dengan ijazah dari institusi pendidikan formal". 
Berikut lampiran Permen PU 09/PRT/M/2013 :

§   Permen PUPR No. 31/PRT/M/2015 Perubahan Kedua Permen PU No. 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi  dan Jasa Konsultansi, pada lampirannya Buku Pedoman Pekerjaan Konstruksi BAB V bagian B angka 3 huruf d) poin (2) :
Penilaian Personil manajerial (ahli/terampil) pada organisasi pelaksanaan pekerjaan. Untuk usaha non kecil tidak termasuk tenaga terampil dan/atau personil pendukung, sedangkan untuk usaha kecil cukup personil pelaksana (tenaga terampil).
Ketentuan pada Peraturan Menteri ini, menegaskan, Tenaga Ahli hanya dipersyaratkan pada pekerjaan untuk usaha non kecil dan Tenaga Terampil hanya dipersyaratkan pada pekerjaan untuk usaha kecil.
Kalaupun pada pekerjaan untuk usaha non kecil, Pokja ULP meminta Tenaga Terampil dan/atau tenaga pendukung lainnya seperti tenaga administrasi/tenaga logistik, tidak dilarang namun bukan menjadi syarat lelang untuk penilaian dalam evaluasi teknik. Kalaupun penyedia tidak melampirkan tenaga tersebut, Pokja ULP tidak boleh menggugurkan.
Begitupun pada pekerjaan usaha kecil, permintaan Tenaga Ahli bukan sebagai syarat lelang, dan tidak menggugurkan bilamana penyedia tidak melampirkan. Karena tidak termasuk dalam penilaian personil manajerial dalam evaluasi teknis penawaran.
berikut contoh syarat personil yang bertentangan dengan Permen tersebut diatas :

§    Permen PUPR No. 31/PRT/M/2015 Perubahan Kedua Permen PU No. 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi  dan Jasa Konsultansi, pada lampirannya Buku Pedoman Pekerjaan Konstruksi BAB V bagian C angka 4 huruf f):
Memperoleh paling sedikit 1 (satu) pekerjaan sebagai penyedia dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta termasuk pengalaman sub kontrak, kecuali penyedia yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun.
Masih ada saja Pokja ULP yang menilai pengalaman kerja dengan memberikan bobot pada pengalaman berdasarkan jumlah pengalaman kerja dari penyedia seperti pada gambar dibawah ini :

Demikian beberapa penyimpangan syarat kualifikasi yang sering terjadi, yang penulis dapatkan dari beberapa paket lelang.

#savePBJSehatdanBersih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar