Pemerintah ketika menerbitkan Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang
dan Jasa Pemerintah, beserta perubahan-perubahannya, sangat antusias dengan penyelenggaraan
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang sehat dan bersih serta mengedepankan
penyederhanaan proses. Begitupun dengan beberapa turunan-turunannya seperti
Permen PUPR No. 31/PRT/M/2015 dan Perka LKPP No. 1 Tahun 2015.
Namun, sayangnya, niat mulia Pemerintah Pusat tersebut tidak terlalu
"menyentuh hati" para Penyelenggara PBJ di tingkat bawah, dalam hal
ini Kelompok Kerja ULP. Begitu banyaknya penyimpangan yang dilakukan dan
terkesan disengaja, hanya untuk memenuhi kepentingan pihak tertentu.
Penyimpangan yang sering dilakukan yakni pada penyusunan Dokumen Pengadaan,
yang terletak pada Syarat-Syarat Kualifikasi dan Metode Evaluasi yang digunakan.
§
Perpres 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa beserta Perubahan-Perubahannya
· Pasal 56
Ayat 10
Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan DILARANG menambah
persyaratan kualifikasi yang bersifat Diskriminatif serta diluar yang telah
ditetapkan dalam ketentuan Peraturan Presiden ini
Ayat 11
Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan WAJIB menyederhanakan
proses kualifikasi dengan ketentuan :
a. meminta penyedia barang/jasa mengisi formulir
kualifikasi
b. tidak meminta seluruh dokumen yang disyaratkan kecuali pada tahap
pembuktian kualifikasi
c. pembuktian kualifikasi pada pelelangan/seleksi
internasional dapat dilakukan dengan meminta dokumen yang dapat membuktikan
kompetensi calon penyedia barang/jasa
Kata “DILARANG” dan kata “WAJIB” merupakan kata yang
harus dituruti, dan bilamana tidak dituruti, berarti merupakan suatu
penyimpangan/pelanggaran terhadap pasal tersebut. Namun sejak diberlakukannya
Peraturan Presiden tersebut kerap kali dilanggar. ‘
Misalnya ketika Kelompok Kerja ULP meminta seluruh dokumen yang dipersyaratkan untuk
dilampirkan dalam Dokumen Penawaran, antara lain, hasil scan seluruh data kualifikasi, seperti Ijazah, KTP, NPWP dan Curriculum Vitae Personil, Bukti Peralatan, Bukti Pengalaman Kerja, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Salah satu contohnya
pada gambar tersebut jelas mewajibkan penyedia untuk melampirkan seluruh hasil scan dari data kualifikasi personil yang diminta. Bilamana tidak melampirkan, maka penyedia sudah dipastikan Gugur. Padahal ketentuan pada Peraturan Presiden diwajibkan untuk menyederhanakan dan meminta semua kelengkapan tersebut pada tahap pembuktian kualifikasi.
§ Perpres 54 Tahun
2010 beserta perubahan-perubahannya Pasal 1 Ayat (19) :
Sertifikat Keahlian Barang/Jasa adalah tanda bukti
pengakuan dari pemerintah atas kompetensi dan kemampuan profesi di bidang
pengadaan barang/jasa
§ Permen PU No.
09/PRT/M/2013 tentang Persyaratan Kompetensi untuk Subkualifikasi Tenaga Ahli dan Tenaga Terampil di Bidang Jasa Konstruksi Pasal 1 Ayat (6) :
Sertifikat adalah tanda bukti pengakuan pemerintah
atas kompetensi dan kemampuan profesi keahlian kerja dan keterampilan kerja
orang perorangan di bidang jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan dan/atau
keterampilan tertentu dan/atau kefungsian dan/atau keahlian tertentu.
Ketentuan pada pasal-pasal tersebut di atas
menegaskan, bahwa dengan adanya Sertifikat yang dimiliki oleh seseorang baik
itu sebagai tenaga ahli ataupun sebagai tenaga terampil, maka sudah diakui oleh
pemerintah atas kompetensi dan kemampuan yang dimilikinya. Jadi sebagai syarat
untuk menjadi seorang tenaga ahli dan tenaga terampil, cukup dengan menunjukkan
Sertifikat Keahlian atau Sertifikat Keterampilan, tidak perlu lagi menunjukkan
ijazah dan kelengkapan lainnya.
Dalam Pasal 1 Ayat (6) Permen PU diatas, terdapat kata
“dan/atau”, itu berarti pemenuhan atas syarat tersebut dapat dimiliki salah
satunya atau kesemuanya.
Namun untuk syarat Personil Tenaga Ahli dan Terampil, Pokja ULP meminta kelengkapan-kelengkapan personil seperti Ijazah, KTP, NPWP dan Curriculum Vitae. Padahal semua kelengkapan tersebut sudah dipenuhi sebagai syarat dalam penerbitan sertifikat dan telah lulus uji kompetensi, sehingga lembaga yang berkompeten sudah menerbitkan Sertifikat Keahlian dan Sertifikat Keterampilan personil tersebut.
Jadi bukan lagi kewenangan Pokja ULP untuk memeriksa semua kelengkapan personil tersebut.
Demikian halnya Pokja ULP juga sering meminta untuk melengkapi dengan Ijazah dengan jurusan tertentu. Permen PU 09/PRT/M/2013 pada Pasal 1 Ayat (7) menyebutkan, "Persyaratan Pendidikan adalah Pendidikan Minimal yang harus dimiliki oleh seseorang dan dibuktikan dengan ijazah dari institusi pendidikan formal".
Berikut lampiran Permen PU 09/PRT/M/2013 :
§ Permen PUPR No. 31/PRT/M/2015
Perubahan Kedua Permen PU No. 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa
Konsultansi, pada lampirannya Buku Pedoman Pekerjaan Konstruksi BAB V bagian B angka
3 huruf d) poin (2) :
Penilaian Personil manajerial (ahli/terampil) pada organisasi
pelaksanaan pekerjaan. Untuk usaha non kecil tidak termasuk tenaga terampil
dan/atau personil pendukung, sedangkan untuk usaha kecil cukup personil
pelaksana (tenaga terampil).
Ketentuan pada Peraturan Menteri ini, menegaskan, Tenaga Ahli hanya dipersyaratkan pada pekerjaan untuk usaha non kecil dan Tenaga
Terampil hanya dipersyaratkan pada pekerjaan untuk usaha kecil.
Kalaupun pada pekerjaan untuk usaha non kecil, Pokja
ULP meminta Tenaga Terampil dan/atau tenaga pendukung lainnya seperti tenaga
administrasi/tenaga logistik, tidak dilarang namun bukan menjadi syarat lelang
untuk penilaian dalam evaluasi teknik. Kalaupun penyedia tidak melampirkan
tenaga tersebut, Pokja ULP tidak boleh menggugurkan.
Begitupun pada pekerjaan usaha kecil, permintaan
Tenaga Ahli bukan sebagai syarat lelang, dan tidak menggugurkan bilamana
penyedia tidak melampirkan. Karena tidak termasuk dalam penilaian personil
manajerial dalam evaluasi teknis penawaran.
berikut contoh syarat personil yang bertentangan dengan Permen tersebut diatas :
§ Permen PUPR No. 31/PRT/M/2015
Perubahan Kedua Permen PU No. 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa
Konsultansi, pada lampirannya Buku Pedoman Pekerjaan Konstruksi BAB V bagian C angka
4 huruf f):
Memperoleh paling sedikit 1 (satu) pekerjaan sebagai
penyedia dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan
pemerintah maupun swasta termasuk pengalaman sub kontrak, kecuali penyedia yang
baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun.
Masih ada saja Pokja ULP yang menilai pengalaman kerja
dengan memberikan bobot pada pengalaman berdasarkan jumlah pengalaman kerja
dari penyedia seperti pada gambar dibawah ini :
Demikian beberapa penyimpangan syarat kualifikasi yang sering terjadi, yang penulis dapatkan dari beberapa paket lelang.
#savePBJSehatdanBersih
silahkan download Buku Pedoman Pekerjaan Konstruksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar